Minggu, 14 Mei 2017

Klasifikasi Citra (PCD 2017)

Klasifikasi citra merupakan proses yang berusaha mengelompokkan seluruh pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class (kelas), sedemikian hingga tiap class merepresentasikan suatu entitas dengan properti yang spesifik (Chein-I Chang dan H.Ren, 2000)Klasifikasi citra merupakan proses yang berusaha mengelompokkan seluruh pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class (kelas), sedemikian hingga tiap class merepresentasikan suatu entitas dengan properti yang spesifik (Chein-I Chang dan H.Ren, 2000). Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). 

Klasifikasi Citra Terawasi (Supervised)
Penggunaan istilah terawasi disini mempunyai arti berdasarkan suatu referensi penunjang, dimana kategori objek-objek yang terkandung pada citra telah dapat diidentifikasi. Klasifikasi ini memasukkan setiap piksel citra tersebut kedalam suatu kategori objek yang sudah diketahui.Sebelum klasifikasi dilakukan, maka kita harus memasukkan inputan sebagai dasar pengklasifikasian yang akan dilakukan. Dengan klasifikasi ini, kita lebih bebas untuk memilah data citra sesuai dengan kebutuhan. Misalnya dalam suatu kawasan kita hanya akan melakukan klasifikasi terbatas pada jenis jenis kenampakan secara umum semisal jalan, pemukiman, sawah, hutan, dan perairan. Hal tersebut dapat kita lakukan dengan klasifikasi ini. Proses input sampel juga cukup mudah, hanya saja perlu ketelitian dan pengalaman agar sampel yang kita ambil dapat mewakili jenis klasifikasi. Baik buruknya sampel, Diwujudkan dalam nilai indeks keterpisahan.
Proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap ketegori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi merupakan klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispectral yang berbasis numeric, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan bantuan komputer.
Klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spectral terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap training sample: analisis menyusun kunci interpretasi dan mengembangkan secara numeric spectral untuk setiap kenampakan dengan memeriksa batas daerah (training area).
2. Tahapan klasifikasi: setiap pixel pada serangkaian data citra dibandingkan steiap kategori pada kunci interpretasi numeric, yaitu menentukan nilai pixel yang tak dikenal dan paling mirip dengan kategori yang sama. Perbandingan tiap pixel citra dengan kategori pada kunci interpretasi dikerjakan secara numeric dengan menggunakan berbagai strategi klasifikasi (dapat dipilih salah satu dari jarak minimum rata-rata kelas, parallelepiped, kemiripan maksimum). Setiap pixel kemudian diberi nama sehingga diperoleh matrik multi dimensi untuk menentukan jenis kategori penutupan lahan yang diinterpretasi.
3. Tahapan keluaran: hasil matrik didenileasi sehingga terbentuk peta penutupan lahan, dan dibuat tabel matrik luas berbagai jenis tutupan lahan pada citra.

Klasifikasi Citra Tak Terawasi (Unsupervised)
Proses klasifikasi disebut tidak terawasi, bila dalam prosesnya tidak menggunakan suatu referensi penunjang apapun. Hal ini berarti bahwa proses tersebut hanya dilakukan berdasarkan perbedaan tingkat keabuan setiap piksel pada citra. Klasifikasi citra tak terawasi mencari kelompok-kelompok (cluster) piksel-piksel, kemudian menandai setiap piksel kedalam sebuah kelas berdasarkan  parameter-parameter pengelompokkan awal yang didefinisikan oleh penggunanya.
Klasifikasi unsupervised melakukan pengelompokan data dengan menganalisa cluster secara otomatis dan menghitung kembai rata-rata kelas (class mean) secara berulang-ulang dengan computer.
Sumbu horizontal menunjukkan nilai piksel pada band2 dan sumbu vertical menunjukkan nilai kecerahan piksel pada band1. Pengelompokan piksel menjadi kelas spectral diawali dengan menentukan jumlah kelas spectral yang akan dibuat. Penentuan jumlah kelas ini dapat dilakukan dengan memperhatikan jumlah puncak histogram sehingga diperoleh jumlah kelas spectral yang akan dibentuk. Setelah jumlah kelas spectral ini ditentukan kemudian dipilih pusat-pusat kelas spectral terhadap setiap pusat kelas spectral. Berdasarkan hasil pengukran jarak ini setiap piksel dikelompokkan ke dalam suatu kelas spectral yang memiliki jarak terdekat.
Setelah setiap piksel dikelompokkan lalu masing-masing rata-rata kelas spectral dihitung kembali. Kemudian dilakukan lagi pengukuran jarak setiap piksel terhadap rata-rata kelas baru ini dan akhirnya piksel dikelompokkan ke dalam kelas spectral yang memiliki jarak terdekat.
Parameter yang menentukan pemisahan dan pengelompokan piksel-piksel menjadi kelas spectral yaitu:
1. Standar deviasi maksimum, nilai standari deviasi maksimum yang sering digunakan berkisar antara 4,5 sampai 7
2. Jumlah piksel minimum dalam sebuah kelas spectral dinyatakan dalam persen (%).
3. Nilai pemisahan pusat kelas yang dipecah
4. Jarak minimum antara rata-rata kelas spectral, berkisar antara 3,2 sampai 3,9.
Proses pemisahan dan pengelompokkan piksel-piksel menjadi kelas-kelas spectral terus diulangi dan akan dihentikan bila telah memenuhi salah satu ketentuan:
1. Jumlah iteasi maksimum, jumlah iterasi dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan
2. Jumlah piksel yang kelas spektralnya tidak berubah antara iterasi (dalam persentase, %).
Setelah kelas spectral terbentuk umumnya dilakukan proses asosiasi antaa obyek dan kelas spectral terbentuk untuk mengidentifikasi kelas spectral menjadi kategori obyek tertentu. Pengidentifikasian kelas spectral menjadi obyek tertentu dapat dilakukan menggunakan suatu data acuan atau referensi penunjang.
Setelah semua kelas spectral teridentfikasi kemudian dapat dilakukan penyederhaan untuk menggabungkan kelas-kelas yang tergolong sama, misalnya pengabungan perkampungan 1 dan perkampungan 2 menjadi satu kelas perkampungan. Hasil klasifikasi dapat ditunjukka dari gradasi warna yang terbentuk yang menunjukkan jenis kelas yang dikelompokkan oleh komputer.
Sumber :
  1. http://geod-4-us.blogspot.co.id/2012/09/klasifikasi-citra.html
  2. http://rahmiariani.blogspot.co.id/2009/04/klasifikasi-citra.html

Minggu, 26 Maret 2017

Resolusi Pengindraan (PCD 2017)

“Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan”
(Swain dan Davis, 1978)

Karakteristik dari instrumen penginderaan jauh yang beroperasi pada spektrum tampak dan IR dapat dijelaskan oleh resolusi spasial, spektral, dan radiometrik (Mather, 2004). Seiring berjalannya waktu ditambahakan aspek waktu (temporal) di dalamnya. Dalam bidang penginderaan jauh, terdapat empat konsep reolusi yang sangat penting, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal. Resolusi layar pun memegang peranan penting ketika berkaitan dengan praktik pengolahan citra (Danoedoro, 2012).

Resolusi spasial dalam penginderaan jauh bukanlah konsep yang mudah untuk didefinisikan. Hal tersebut dapat dijelaskan pada bentuk angka dengan berbagai cara tergantung tujuan penggunanya (Mather, 2004). Pada pemahaman secara komprehensif, Townsend (1980) menjelaskan bahwa terdapat empat kriteria tersendiri yang berguna menjadi dasar dalam pendefinisian resolusi spasial. Kriteria-kriteria tersebut ialah informasi geometris dari sistem penginderaan jauh, kemampuan untuk membedakan antar titik-titik target, kemampuan untuk mengukur secara periodik target yang berulang, dan kemampuan untuk mengukur informasi spektral dari target-target yang kecil. Danoedoro (2012) menjelaskan pengertian praktis dari resolusi spasial adalah ukuran terkecil yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran objek (terkecil) yang dapat terdeteksi, semakin halus atau tinggi resolusi spasialnya. Begitu pula sebaliknya, semakin besar ukuran objek terkecil yang dapat terdeteksi, semakin kasar atau rendah resolusinya. Sebagai contoh ialah, citra satelit SPOT yang beresolusi 10 dan 20 meter dapat dikatakan beresolusi lebih tinggi dibandingkan dengan citra satelit Landsat TM yang beresolusi 30 meter.

Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi (objek) berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya (Danoedoro, 2012). Jika semakin banyak jumlah salurannya terlebih lagi dengan julat yang sempit maka akan semakin tinggi kemungkinannya untuk membedakan objek-objek berdasarkan respons spektralnya. Hal ini menjelaskan bahwa semakin sempit julat (interval panjang gelombangnya) dan/atau banyak jumlah salurannya dapat dikatakan semakin tinggi pula resolusi spektral yang dimiliki.

Resolusi radiometrik atau tingkat sensitivitas radiometrik mengacu pada nilai dari tingkat kuantisasi digital yang digunakan untuk mengekspresikan data yang dikumpulkan oleh sensor (Mather, 2004). Danoedoro (2012) menjelaskan bahwa resolusi radiometrik ialah kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral objek. Sensor yang peka dapat membedakan selisih respons yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan koding, yaitu mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan ini dinyatakan dalam bit. Landsat 7 ETM+ memiki resolusi radiometrik sebesar 8 bit yang berarti 256 tingkat kecerahan (0-255), 0 untuk sinyal terlemah (hitam) dan 255 untuk sinyal terkuat (putih). Berbeda halnya dengan Landsat 8 OLI yang memiliki resolusi radiometrik sebesar 16 bit yang berarti 65536 tingkat kecerahan 0 untuk sinyal terlemah (hitam) dan 65535 untuk sinyal terkuat (putih). Hal tersebut menjelaskan bahwa Landsat 8 OLI memiliki resolusi radiometrik lebih tinggi dibandingkan Landsat 7 ETM+. Semakin tinggi resolusi radiometrik yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula kemampuan untuk membedakan objek-objek di permukaan bumi.

Resolusi temporal ialah kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama (Danoedoro, 2012). Satuan dari resolusi temporal ialah jam atau hari. Contohnya ialah Satelit IKONOS resolusi temporalnya ialah 3 hari, satelit NOAA resolusi temporalnya 12 jam, dan satelit Landsat 8 resolusi temporalnya ialah 30 hari. Landsat 8 memiliki resolusi temporal lebih rendah dibandingkan IKONOS sedangkan IKONOS memiliki resolusi temporal lebih rendah dibandingkan NOAA.

Keunggulan, Keterbatasan dan Kelemahan inderaja

Keunggulan Inderaja
Menurut Sutanto (1994:18-23), penggunaan penginderaan jauh baik diukur dari jumlah bidang penggunaannya maupun dari frekuensi penggunaannya pada tiap bidang mengalami pengingkatan dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
  • Citra menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan; wujud dan letak obyek yang mirip ujud dan letak di permukaan bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, serta bersifat permanen.
  • Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional apabila pengamatannya dilakukan dengan alat yang disebut stereoskop.
  • Karaktersitik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentukcitra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.
  • Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial.
  • Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.
  • Citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek.
Keterbatasan Inderaja
Berupa ketersediaan citra SLAR yang belum sebanyak ketersediaan citra lainnya. Dari citra yang ada juga belum banyak diketahui serta dimanfaatkan (Lillesand dan Kiefer, 1979). Di samping itu jugaharganya yang relative mahal dari pengadaan citra lainnya (Curran, 1985).
Kelemahan Inderaja
Walaupun mempunyai banyak kelebihan, penginderaan jauh juga memiliki kelemahan antara lain sebagai berikut
  • Orang yang menggunakan harus memiliki keahlian khusus;
  • Peralatan yang digunakan mahal;
  • Sulit untuk memperoleh citra foto ataupun citra nonfoto.
 


Sumber :
Danoedoro, P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Mather, P. M. 2004. Computer Processing of Remotely Sensed Data: An Introduction, 3rd edition. Brisbane: John Wiley and Sons.
Swain, P. H., dan Davis, S. M. (Ed.). 1978. Remote Sensing – The Quantitative Approach. New York: McGraw Hill.
Townsend, J.R.G.. 1980. The Spatial Resolving Power of Earth Resources Satellites: A Review. Nasa technical Memorandum 82020. Goddard Spaceflight Center. Greenbelt. Maryland.

Review Pertemuan 1 (PCD 2017)



Konsep Pengindraan Jarak Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu, teknologi dan seni perolehan data, pengolahan dan penyajian data yang merekam interaksi antara energi elektromagnetik dengan suatu obyek. Dengan kata lain dapat didefinisikan sebagai ilmu, teknologi dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Secara umum penginderaan jauh menunjukkan aktifitas perekaman, pengamatan dan penangkapan fenomena obyek atau peristiwa dari jarak tertentu. Dalam penginderaan jauh, sensor tidak langsung berkontak dengan obyek yang diamati. Hal tersebut membutuhkan alat penghantar secara fisik atau media untuk menyampaikan informasi dari obyek ke sensor melalui medium.

Sejarah Pengindraan Jarak Jauh
Pada tahun 1783, Montgolfier bersaudara dari Prancis berhasil membuat balon yang diisi dengan udara panas dan dapat terbang mencapai ketinggian 2.000 meter dan jarak terbang 4 km. Balon yang menerbangkan manusia dinaikan di atas Paris oleh De Roziers, dan di atas Baltimore, Amerika Serikat dinaiki oleh
Peter Cannes. Pada tahun 1639 pemotretan pertama dari balon dilakukan oleh Daguerre dan Niepce di Prancis.
Pada tahun 1856, Nadar merencanakan pembuatan peta topografi dengan foto udara dari balon di atas Paris. Pada foto itu, rumah-rumah dapat terlihat jelas.Pada tahun 1871, Sullivan bersama Letnan G.M. Wheller meneliti daerah barat daya Amerika Serikat untuk geologi dan pertambangan. Pada tahun 1898, Albert Heim seorang ahli geologi bersama-sama dengan Edward Schweizer dan seorang ahli meteorologi bernama Maurerberhasil terbang dengan memakai balon menyelidiki geologi pegunungan Alpen.
Pemotretan pertama dari pesawat udara dilakukan oleh Wilbur Wright di atas Centrocelly, Italia pada tahun 1909. Adapun pada tahun 1913, Kapten Tardive membawa kertas kerja tentang kemungkinan penggunaan foto udara yang dibuat dari pesawat terbang untuk pemetaan.
Pada tahun 1920, foto udara mulai digunakan oleh ahli geologi di bidang perminyakan. Pada tahun ini pula, dibentuk perusahaan “Aerial Survey” di Amerika Serikat dan Kanada yang menangani pemotretan dari udara beserta pemetaannya. Dan pada tahun ini juga terbit buku geologi udara pertama yang berjudul “The Face of the Earth, as seen from the Air” yang ditulis Willis T. Lee.
Pada tahun 1922, Marconi menemukan potensi RADAR untuk mendeteksi objek.
Pada tahun 1930, E.L. Krincv dari Rusia melakukan pemotretan pada permukaan batuan dan vegetasi. Pada tahun ini pula foto udara mulai banyak dipakai oleh ahli-ahli ilmu kebumian (Earth Sciences) dan dalam bidang pertanian. Sementara itu, pada tahun ini pula lembaga-lembaga pemerintah Amerika Serikat mulai
menggunakan foto udara secara besar-besaran dalam bidang pertanian, kehutanan, geologi, dan perencanaan. Sedangkan Jerman mulai mengembangkan penginderaan jauh dengan spektrum infra merah termal untuk deteksi pesawat pembom dengan cara yang disebut “Kiel System” yang diterbangkan dengan
pesawat tempur pada malam hari. Sistem ini sebenarnya dapat digunakan untuk kajian industri, astronomi, kesehatan, geologi, dan kehutanan.
Pada tahun 1934, terbit majalah ilmiah yang mengkhususkan dalam fotogrametri dan interpretasi foto udara, yaitu “Photogrametric Engineering”.
Pada tahun 1940, A.L. Simon memperkenalkan potret udara dengan lebih luas di kalangan ahli geologi. Perusahaan Timah Bangka memperluas eksplorasi dan perusahaan minyak bumi serta lembaga pemerintah mempergunakan potret udara dalam melaksanakan program-programnya.Pada tahun 1965, G.T. 4 GEMINI (berawak) membuat 39 foto udara yang bertampalan daerah Amerika Serikat barat daya dan Meksiko Utara, serta 60 foto daerah Amerika Utara, Afrika, dan Asia yang ternyata sangat berguna untuk kajian tektonik, vulkanologi, dan geomorfologi.
Pada tahun 1968, G.T. 5 dan G.T. 7 GEMINI menghasilkan foto yang baik untuk kajian geografi dan oseanografi. Pada tahun 1972, ERTS –1 (Earth Resources Technology Sattelite-1) yang kemudian disebut LANDSAT-1 (Land Satelite-1) diluncurkan. Kemudian LANDSAT-2 pada tahun 1975, dan LANDSAT-3 yang diluncurkan pada tahun 1978. Dan sampai saat ini, telah banyak satelit yang diluncur dengan berbagai keperluan termasuk dalam hal penginderaan jauh.

Proses Sistem Pengindaraan Jarak Jauh
1.    Sistem Tenaga
Pengindraan jauh menggunakan dua sumber tenaga yaitu sumber tenaga matahari dan sumber tenaga buatan. Sumber tenaga buatan ada sebagai pengganti sumber matahari karena ketika malam hari di suatu tempat tidak ada sumber tenaga maka dipakai sumber buatan yang disebut dengan tenaga pulsa. Pengindraan jauh yang menggunakan tenaga matahari dikenal dengan sistem pasif. Sedangkan pengindraan jauh yang menggunakan tenaga buatan disebut dengan sistem aktif.

2.    Atmosfer
Energi yang masuk ke permukaan bumi tidak seluruhnya sampai, tapi hanya sebagian kecil masuk ke permukaan bumi. Energi tersebut dihambat oleh atmosfer melalui serapan, dipantulkan, dan diteruskan.

3.    Objek
Objek adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran dalam pengindraan jauh seperti atmosfer, biosfer, hidrosfer dan litosfer.

4.    Interaksi Antara Tenaga dan Objek
Dalam perekaman objek diperlukan wahana, tenaga alami, atau buatan, objek yang direkam, alat sensor, dan deteksi (detector). Tenaga yang memancar ke permukaan bumi (objek) akan memantul dan direkam oleh alat (sensor). Pada sensor terdapat alat untuk mendeteksi (detector), di mana detector yang ada pada alat dipasang pada wahana (seperti balon udara, pesawat, dan satelit).
Pengenalan objek biasanya dilakukan dengan menyelidiki karakteristik spectral objek yang tergambar pada citra. Objek yang banyak memantulkan/memancarkan tenaga akan tampak cerah pada citra, sedangkan objek yang pantulannya/pancarannya sedikit maka akan tampak gelap. Namun kadang ada objek yang berlainan tetapi mempunyai karakteristik spectral yang sama atau serupa sehingga menyulitkan penbedaannya pada citra. Hal ini dapat diatasi dengan menyelidiki karakteristik lain selain karakteristik spectral, misalnya bentuk, ukuran, dan pola.
Interaksi antara tenaga dan obyek dapat dilihat dari rona yang dihasilkan oleh foto udara. Tiap-tiap obyek memiliki karakterisitik yang berbeda dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor.
Objek yang mempunyai daya pantul tinggi akan terilhat cerah pada citra, sedangkan obyek yang daya pantulnya rendah akan terlihat gelap pada citra. Contoh: Permukaan puncak gunung yang tertutup oleh salju mempunyai daya pantul tinggi yang terlihat lebih cerah, daripada permukaan puncak gunung yang tertutup oleh lahar dingin.
5. Wahana dan Sensor
a. Wahana adalah kendaraan yang berfungsi untuk menyimpan alat perekam. Merekam objek permukaan bumi bisa dilakukan di angkasa maupun di luar angkasa. Wahana yang digunakan di pengindraan jauh di antaranya balon udara, pesawat terbang, pesawat ulang-alik, dan satelit. 
Setiap jenis kendaraan memiliki kerincian objek yang berbeda. Pesawat terbang memiliki kerincian objek yang dapat terus ditingkatkan karena pesawat dapat terbang pada ketinggian yang berbeda, sedangkan satelit memiliki kerincian objek yang bergantung pada pixel karena ketinggian wahana satelit sudah ditentukan.
b. Sensor adalah alat yang berfungsi sebagai penerima tenaga pantulan maupun pancaran yang direkam oleh detector. Sensor sering juga disebut sebagai alat perekam.

Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan menjadi dua, yaitu sensor fotografik dan sensor elektronik.

1) Sensor Fotografik 
Sensor yang digunakan sistem fotografik adalah kamera. Cara kerja sensor ini berdasarkan pantulan tenaga dari objek. Sedangkan detektornya adalah film sehingga sensor fotografik menghasilkan foto. Sensor fotografik yang dipasang pada pesawat udara menghasilkan citra yang disebut foto udara, sedangkan sensor fotografik yang dipasang di satelit sering disebut citra satelit.
2) Sensor Elektronik
Sensor elektronik ini digunakan pada sistem pengindraan jauh nonfotografik karena proses perekaman objek tidak berdasarkan pembakaran, tetapi berdasarkan sinyal elektronik yang dipantulkan atau dipancarkan dan direkam oleh detektor. Detektor untuk sensor ini adalah pita magnetik dan proses perekamannya didasarkan pada energi yang dipantulkan atau dipancarkan. Sensor elektronik yang direkam pada pita magnetik selanjutnya diproses menjadi data visual (citra) dan data digital dengan menggunakan komputer.
Sensor elektromagnetik adalah sensor bertenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik yang beroperasi pada spektrum yang lebih luas, yaitu dari sinar-X sampai gelombang radio dan menghasilkan foto atau citra.

6. Perolehan Data
Data pengindraan jauh diperoleh melalui dua cara yaitu dengan cara manual dan digital. Cara manual dilakukan dengan cara interpretasi secara visual. Sedangkan cara digital dilakukan dengan menggunakan komputer. Foto udara biasanya diinterpretasi secara manual.

7. Pengguna Data
Pengguna data adalah orang atau lembaga yang memakai data pengindraan jauh. Data pengindraan jauh dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Data pengindraan jauh yang memiliki kerincian dan keandalan sangat dibutuhkan oleh pengguna data.

Satelit pengindra jarak jauh
Pengindraan jauh dengan proses satelit seperti tampak pada gambar di samping, melalui berbagai proses berikut.
  1. Spektrum Elektromagnetik Sinar matahari sebagai spektrum elektromagnetik mengenai sasaran (objek) yang diinginkan.
  2. Penyinaran : Matahari sebagai sumber energi alami digunakan dalam proses satelit sebagai sistem pasif (searah). Sinar yang masuk dihambat oleh atmosfir melalui serapan, pantulan,dan kemudian diteruskan.
  3. Pemantulan dan Penangkapan : Hasil penyinaran dari sasaran (objek) yang berupa pantulan kemudian ditangkap oleh alat perekam data (citra satelit).
  4. Perekaman : Hasil perekaman dari citra satelit diterima oleh piringan penerima data, dalam hal ini data secara digital, baru kemudian diolah (dicetak, disimpan, dan sebagainya) dan digunakan oleh pengguna data



Konsep Pengindraan Jarak Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu, teknologi dan seni perolehan data, pengolahan dan penyajian data yang merekam interaksi antara energi elektromagnetik dengan suatu obyek. Dengan kata lain dapat didefinisikan sebagai ilmu, teknologi dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Secara umum penginderaan jauh menunjukkan aktifitas perekaman, pengamatan dan penangkapan fenomena obyek atau peristiwa dari jarak tertentu. Dalam penginderaan jauh, sensor tidak langsung berkontak dengan obyek yang diamati. Hal tersebut membutuhkan alat penghantar secara fisik atau media untuk menyampaikan informasi dari obyek ke sensor melalui medium.

Sejarah Pengindraan Jarak Jauh
Pada tahun 1783, Montgolfier bersaudara dari Prancis berhasil membuat balon yang diisi dengan udara panas dan dapat terbang mencapai ketinggian 2.000 meter dan jarak terbang 4 km. Balon yang menerbangkan manusia dinaikan di atas Paris oleh De Roziers, dan di atas Baltimore, Amerika Serikat dinaiki oleh
Peter Cannes. Pada tahun 1639 pemotretan pertama dari balon dilakukan oleh Daguerre dan Niepce di Prancis.
Pada tahun 1856, Nadar merencanakan pembuatan peta topografi dengan foto udara dari balon di atas Paris. Pada foto itu, rumah-rumah dapat terlihat jelas.Pada tahun 1871, Sullivan bersama Letnan G.M. Wheller meneliti daerah barat daya Amerika Serikat untuk geologi dan pertambangan. Pada tahun 1898, Albert Heim seorang ahli geologi bersama-sama dengan Edward Schweizer dan seorang ahli meteorologi bernama Maurerberhasil terbang dengan memakai balon menyelidiki geologi pegunungan Alpen.
Pemotretan pertama dari pesawat udara dilakukan oleh Wilbur Wright di atas Centrocelly, Italia pada tahun 1909. Adapun pada tahun 1913, Kapten Tardive membawa kertas kerja tentang kemungkinan penggunaan foto udara yang dibuat dari pesawat terbang untuk pemetaan.
Pada tahun 1920, foto udara mulai digunakan oleh ahli geologi di bidang perminyakan. Pada tahun ini pula, dibentuk perusahaan “Aerial Survey” di Amerika Serikat dan Kanada yang menangani pemotretan dari udara beserta pemetaannya. Dan pada tahun ini juga terbit buku geologi udara pertama yang berjudul “The Face of the Earth, as seen from the Air” yang ditulis Willis T. Lee.
Pada tahun 1922, Marconi menemukan potensi RADAR untuk mendeteksi objek.
Pada tahun 1930, E.L. Krincv dari Rusia melakukan pemotretan pada permukaan batuan dan vegetasi. Pada tahun ini pula foto udara mulai banyak dipakai oleh ahli-ahli ilmu kebumian (Earth Sciences) dan dalam bidang pertanian. Sementara itu, pada tahun ini pula lembaga-lembaga pemerintah Amerika Serikat mulai
menggunakan foto udara secara besar-besaran dalam bidang pertanian, kehutanan, geologi, dan perencanaan. Sedangkan Jerman mulai mengembangkan penginderaan jauh dengan spektrum infra merah termal untuk deteksi pesawat pembom dengan cara yang disebut “Kiel System” yang diterbangkan dengan
pesawat tempur pada malam hari. Sistem ini sebenarnya dapat digunakan untuk kajian industri, astronomi, kesehatan, geologi, dan kehutanan.
Pada tahun 1934, terbit majalah ilmiah yang mengkhususkan dalam fotogrametri dan interpretasi foto udara, yaitu “Photogrametric Engineering”.
Pada tahun 1940, A.L. Simon memperkenalkan potret udara dengan lebih luas di kalangan ahli geologi. Perusahaan Timah Bangka memperluas eksplorasi dan perusahaan minyak bumi serta lembaga pemerintah mempergunakan potret udara dalam melaksanakan program-programnya.Pada tahun 1965, G.T. 4 GEMINI (berawak) membuat 39 foto udara yang bertampalan daerah Amerika Serikat barat daya dan Meksiko Utara, serta 60 foto daerah Amerika Utara, Afrika, dan Asia yang ternyata sangat berguna untuk kajian tektonik, vulkanologi, dan geomorfologi.
Pada tahun 1968, G.T. 5 dan G.T. 7 GEMINI menghasilkan foto yang baik untuk kajian geografi dan oseanografi. Pada tahun 1972, ERTS –1 (Earth Resources Technology Sattelite-1) yang kemudian disebut LANDSAT-1 (Land Satelite-1) diluncurkan. Kemudian LANDSAT-2 pada tahun 1975, dan LANDSAT-3 yang diluncurkan pada tahun 1978. Dan sampai saat ini, telah banyak satelit yang diluncur dengan berbagai keperluan termasuk dalam hal penginderaan jauh.

Proses Sistem Pengindaraan Jarak Jauh
1.    Sistem Tenaga
Pengindraan jauh menggunakan dua sumber tenaga yaitu sumber tenaga matahari dan sumber tenaga buatan. Sumber tenaga buatan ada sebagai pengganti sumber matahari karena ketika malam hari di suatu tempat tidak ada sumber tenaga maka dipakai sumber buatan yang disebut dengan tenaga pulsa. Pengindraan jauh yang menggunakan tenaga matahari dikenal dengan sistem pasif. Sedangkan pengindraan jauh yang menggunakan tenaga buatan disebut dengan sistem aktif.

2.    Atmosfer
Energi yang masuk ke permukaan bumi tidak seluruhnya sampai, tapi hanya sebagian kecil masuk ke permukaan bumi. Energi tersebut dihambat oleh atmosfer melalui serapan, dipantulkan, dan diteruskan.

3.    Objek
Objek adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran dalam pengindraan jauh seperti atmosfer, biosfer, hidrosfer dan litosfer.

4.    Interaksi Antara Tenaga dan Objek
Dalam perekaman objek diperlukan wahana, tenaga alami, atau buatan, objek yang direkam, alat sensor, dan deteksi (detector). Tenaga yang memancar ke permukaan bumi (objek) akan memantul dan direkam oleh alat (sensor). Pada sensor terdapat alat untuk mendeteksi (detector), di mana detector yang ada pada alat dipasang pada wahana (seperti balon udara, pesawat, dan satelit).
Pengenalan objek biasanya dilakukan dengan menyelidiki karakteristik spectral objek yang tergambar pada citra. Objek yang banyak memantulkan/memancarkan tenaga akan tampak cerah pada citra, sedangkan objek yang pantulannya/pancarannya sedikit maka akan tampak gelap. Namun kadang ada objek yang berlainan tetapi mempunyai karakteristik spectral yang sama atau serupa sehingga menyulitkan penbedaannya pada citra. Hal ini dapat diatasi dengan menyelidiki karakteristik lain selain karakteristik spectral, misalnya bentuk, ukuran, dan pola.
Interaksi antara tenaga dan obyek dapat dilihat dari rona yang dihasilkan oleh foto udara. Tiap-tiap obyek memiliki karakterisitik yang berbeda dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor.
Objek yang mempunyai daya pantul tinggi akan terilhat cerah pada citra, sedangkan obyek yang daya pantulnya rendah akan terlihat gelap pada citra. Contoh: Permukaan puncak gunung yang tertutup oleh salju mempunyai daya pantul tinggi yang terlihat lebih cerah, daripada permukaan puncak gunung yang tertutup oleh lahar dingin.
5. Wahana dan Sensor
a. Wahana adalah kendaraan yang berfungsi untuk menyimpan alat perekam. Merekam objek permukaan bumi bisa dilakukan di angkasa maupun di luar angkasa. Wahana yang digunakan di pengindraan jauh di antaranya balon udara, pesawat terbang, pesawat ulang-alik, dan satelit. 
Setiap jenis kendaraan memiliki kerincian objek yang berbeda. Pesawat terbang memiliki kerincian objek yang dapat terus ditingkatkan karena pesawat dapat terbang pada ketinggian yang berbeda, sedangkan satelit memiliki kerincian objek yang bergantung pada pixel karena ketinggian wahana satelit sudah ditentukan.
b. Sensor adalah alat yang berfungsi sebagai penerima tenaga pantulan maupun pancaran yang direkam oleh detector. Sensor sering juga disebut sebagai alat perekam.

Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan menjadi dua, yaitu sensor fotografik dan sensor elektronik.

1) Sensor Fotografik 
Sensor yang digunakan sistem fotografik adalah kamera. Cara kerja sensor ini berdasarkan pantulan tenaga dari objek. Sedangkan detektornya adalah film sehingga sensor fotografik menghasilkan foto. Sensor fotografik yang dipasang pada pesawat udara menghasilkan citra yang disebut foto udara, sedangkan sensor fotografik yang dipasang di satelit sering disebut citra satelit.
2) Sensor Elektronik
Sensor elektronik ini digunakan pada sistem pengindraan jauh nonfotografik karena proses perekaman objek tidak berdasarkan pembakaran, tetapi berdasarkan sinyal elektronik yang dipantulkan atau dipancarkan dan direkam oleh detektor. Detektor untuk sensor ini adalah pita magnetik dan proses perekamannya didasarkan pada energi yang dipantulkan atau dipancarkan. Sensor elektronik yang direkam pada pita magnetik selanjutnya diproses menjadi data visual (citra) dan data digital dengan menggunakan komputer.
Sensor elektromagnetik adalah sensor bertenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik yang beroperasi pada spektrum yang lebih luas, yaitu dari sinar-X sampai gelombang radio dan menghasilkan foto atau citra.

6. Perolehan Data
Data pengindraan jauh diperoleh melalui dua cara yaitu dengan cara manual dan digital. Cara manual dilakukan dengan cara interpretasi secara visual. Sedangkan cara digital dilakukan dengan menggunakan komputer. Foto udara biasanya diinterpretasi secara manual.

7. Pengguna Data
Pengguna data adalah orang atau lembaga yang memakai data pengindraan jauh. Data pengindraan jauh dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Data pengindraan jauh yang memiliki kerincian dan keandalan sangat dibutuhkan oleh pengguna data.

Satelit pengindra jarak jauh
Pengindraan jauh dengan proses satelit seperti tampak pada gambar di samping, melalui berbagai proses berikut.
  1. Spektrum Elektromagnetik Sinar matahari sebagai spektrum elektromagnetik mengenai sasaran (objek) yang diinginkan.
  2. Penyinaran : Matahari sebagai sumber energi alami digunakan dalam proses satelit sebagai sistem pasif (searah). Sinar yang masuk dihambat oleh atmosfir melalui serapan, pantulan,dan kemudian diteruskan.
  3. Pemantulan dan Penangkapan : Hasil penyinaran dari sasaran (objek) yang berupa pantulan kemudian ditangkap oleh alat perekam data (citra satelit).
  4. Perekaman : Hasil perekaman dari citra satelit diterima oleh piringan penerima data, dalam hal ini data secara digital, baru kemudian diolah (dicetak, disimpan, dan sebagainya) dan digunakan oleh pengguna data